RESUME KE- 7 KBMN 29
Materi yang tidak kalah penting dalam belajar menulis adalah, bagaimana kalau suatu ketika di tengah-tengah kita menulis, tiba-tiba macet. Blank. Bahkan idea itu entah ke mana. Bu Dita, Narasumber dengan segudang prestasi bersama Moderator yang tak kalah tenar di KBMN Bp. Ahmad Fatchudin akan membuka rahasia mengatasi 'Momok' para penulis ini.
Mengawali pengantarnya, Pak Ahmad menyapa dengan Puisi.
Aku Ingin Jadi Penulis Ahmat Fatch
Aku menulis di balik malam yang sunyi, Mengulir impian dalam kata-kata yang riang, Ku ingin menjadi penulis, menceritakan dunia, Menyampaikan pesan dengan karya.
Dalam goresan pena, imajinasiku bermain, Menggelitik hati, memikat pikiran, Ku ingin menjadi penulis, merangkai cerita, Menghidupkan kata-kata, memesona pembaca.
Dalam setiap kalimat, aku temukan kekuatan, Menyentuh jiwa, memicu inspirasi, Ku ingin menjadi penulis, memancarkan cahaya, Melalui tulisan, membawa perubahan nyata,
Bekasi, 10 Juli 2023
Menurut Bu Dita, menulis tidak semudah membalik telapak tangan, tidak selanjar mengalirnya air di sungai-sungai di pedalaman, dan juga tak mungkin semulus jika kita melaju di jalan bebas hambatan.
Kadang, justru di kondisi tertentu, saat kita patah hati misalnya, jemari kita lincah bermain di keyboard. kata-kata meluncur deras, seakan tak tertahan.
Wikipedia menyebutkan, Writer's Block adalah suatu kondisi di mana seorang penulis tiba-tiba kehilangan kemampuan untuk menulis, atau bahkan tidak menemukan gagasan baru untuk ditulis.
Kondisi Writer's Block (selanjutnya disebut WB) ini sebenarnya merupakan hal yang lumrah dialami oleh seorang penulis. Siapa saja. Tak terkecuali penulis terkenal., dan sudah profesional. Biasanya hal ini berkaitan dengan kejiwaan. WB bisa dikatakan sebagai penyakit bagi seorang penulis. Seperti Flu, serangannya bisa kapan saja datangnya. Tentu hal ini tidak boleh dibiarkan begitu saja. Karena bisa berakibat vatal, macet berkarya.
Pertanyaannya, berapa lama seseorang yang sedang menulis diserang penyakit ini?
Sangat bersifat individual. Bergantung dari bagaimana seseorang itu ingin segera bangkit, atau malah kemudian menjadi malas dan benar-benar berhenti menulis. Lamanya bisa dalam bilangan detik, menit, jam, hari, bulan, bahkan bertahun-tahun. Tentu kita tidak ingin terserang Virus WB ini, bukan?
Penyakit ini ternyata pernah menyerang Bu Dita. Pada suatu ketika seusai mengikuti sebuah Workshop. Walaupun sebenarnya ia sudah menyiapkan draft. Mengapa hal ini bisa terjadi? Ternyata menurut Bu Dita materi KSOP merupakan materi baru. Beruntung ia cepat ingat, 'Penulis sejati tak boleh beralasan tidak mampu melanjutkan menulis!'
Menulis KSOP dan P5 tentu berbeda dengan menulis fiksi atau sastra. Jika dalam puisi, cerpen, novel kita bisa berimajinasi, berbeda dengan ini. Semua harus by data, based on data.
Mulailah beliau bergerak. Membuka kembali catatan selama mengikuti Workshop, termasuk aktif dalam diskusi di GWA berakaitan dengan KSOP dan P5. Beliau kembali mempelajari panduan KSOP, P5 dan assement yang dikeluarkan oleh Kemendikbud-Ristek.
WB kadang bisa disebabkan kita ingin perfect. Perfectsionist sering malah bisa berbalik menjadi petaka. Karena ternyata kita tidak mampu meraihnya, bisa dilanda depresi. banyak hal di dunia ini yang tidak bisa kita temui atau kita lakukan secara sempurna. Oleh karena itu menguasai diri sangatlah perlu.
Beberapa hal yang menyebabkan Writer's Block, pada umumnya. 1, Tidak memiliki tujuan yang jelas, sehingga silit membangkitkan inspirasi, 2. Kesibukan yang tiada jeda, 3. Ketakutan atau khawatir tulisannya tidak bagus, 4. Mudah lelah (fisik), bisa disebabkan stress, 5. Ingin tampak sempurna atau perfect.
Bagaimana cara mengatasinya? 1. Tetapkan target. Petakan mana tulisan yang harus diprioritaskan lebih dahulu, 2. Bikin polling di GWA, 3. Mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa, 4. Mengutip pendapat Jessi Kelly, Direktur Departemen Desain Kreatif. Bahwa perfectionist adalah sebuah kebutuhan nyata. Untuk mencapainya diperlukan kepercayaan diri.
Beberapa hal yang bisa dicatat dari seorang Dita adalah. 1. Menejemen waktu yang baik. 2. Healing tidak harus di luar rumah. Dzikrulloh, Sholat itu bisa menjadi sarana relaksasi anggota tubuh dan pikiran serta perasaan. Intinya mendekatkan diri pada Allah Yang Kuasa segalanya. 3. Menulis bisa mengurangi kesedihan. Kesedihan berubah menjadi karya. Seperti kata Om Jay ya, menulis itu menyembuhkan, menyehatkan. 4. Jangan terlalu perfect, bisa membunuh kreativitas.
Menurut Narsum yang Guru IPA di SMP 1 Cipeundeuy, Subang Jawa Barat ini, setiap orang pasti menginginkan tulisannya sempurna. Tetapi kalau tidak kunjung berlanjut, bisa macet dan hanya berhenti di draft. Bukankah masih lebih baik menulis tuntas daripada hanya berwujud draft.
Terkadang memang kita dihinggapi malas melanjutkan tulisan yang terlanjur macet di tempat. Untuk hal seperti ini, Bu Dita menyarankan terus upayakan paksa melanjutkan tulisan, atau sementara menggarap tema baru yang lebih menarik, dan cepat selesai agar tetap produktif, daripada berhenti untuk refreshing.
Oleh karena itu sangat baik jika kita memulainya dengan membuat kerangka karangan, layout. Konon menurut Bu Dita sekelas Dee Lestari selalu membuat layout untuk tulisannya, berisi garis besar atau ide pokok setiap cerita. Bahkan, kadang kerangka karangannya bisa memenuhi papan tulis.
Nah, di mana kesulitan kita. Mari kita berusaha untuk mengeliminir. Jangan-jangan kesulitan itu karena diri kita sendiri yang tidak mau berusaha.
Semarang, Senin, 10 Juli 2023
Hadi Riwayati Utami
Komentar
Posting Komentar