MY PASSION IS WRITING
RESUME HARI KE-2
Sahabat pembaca budiman,
Bolehkan ya saya balik?. Sepertinya tidak mengubah makna. Hanya saja kurang seksi. Saya sengaja memang. Biar dibaca banyak orang. Setidaknya Sahabat, peserta Pelatihan KBMN 28 akan terheran-heran. Penasaran?
Sahabat, setelah saya luapkan hasrat di Kompasiana, kini saya ingin menuntaskannya di Blog. Selain untuk menunaikan kewajiban, juga untuk membiasakan saya rutin menulis di Blog. Soal juara atau tidak, itu tidak saya pusingkan. Tujuan saya cuma satu, menyampaikan kembali apa yang tadi saya pelajari di pelatihan. Sasarannya? Tentu saja pembaca, dan yang penting mereka: Tim Solid Om Jay. Karena beliau-beliaulah yang menetapkan aturan cantik ini.
Materi yang usable dan cukup komprehensif, malam ini disampaikan oleh Dra. Sri Sugiastuti, M. Pd. Ibu yang sudah yuswa (manula 'manusia usia lanjut'), tetapi masih menjalankan fungsinya sebagai Ulama 'usia lanjut masih aktif' ini mengatakan Writing is my Passion. Sengaja diawali dengan huruf besar, Passion, agar menjadi stressing bagi pembelajar, peserta pelatihan.
Passion, kalau bagi saya ringkasnya adalah kegemaran. Namun bukan sembarang kegemaran, melainkan suatu habit yang selalu ingin, dan ingin dipuasi. Kepuasannya itu hanya diperoleh jika telah dituangkan dengan cara dituliskan. Plong, menurut Ibu Kanjeng. Ibu yang juga memiliki julukan keren Ratu Antologi ini, bahkan dalam responsnya pada Pak Agus, salah satu peserta, mengatakan lebih seperti kebelet bab, (sengaja saya ganti dengan huruf kecil, tidak seperti pada materi tanya jawab, karena takut kebayang., ha,,,ha...), rasanya pengin segera dikeluarkan. Brol. Plong .
Menulis menjadi suatu kegiatan yang tidak bisa ditinggalkan. Pokoknya harus nulis. Menulis apa saja, yang dilihat, didengar, bahkan mungkin dialami. Resep yang disampaikan Teteh Aam Nurhasanah, S. Pd., efek yang hampir mirip dirasakan oleh Om Jay, Guru Blogger, dan Founder KBMN, sembuh dari sakit. Bagaimana Sahabat, iya betul, menulis bisa menjadi obat. Malahan juga sama persis dengan obat, diminum 3 X sehari. Informasi tergres ini saya peroleh dari salah satu chat Bunda Kanjeng di WA Grup. Om Jay punya Tagline yang menyihir, "Menulis, menulis, dan terus menulis setiap hari, buktikan apa yang terjadi!"
Bagaimana agar mudah melakukannya? Menurut Bunda Ratu, menulis bukan kegiatana atau kemampuan yang diperoleh secara tiba-tiba, melainkan melalui suatu proses yang cukup panjang. Bukan saja memerlukan kesabaran, ketelatenan, tetapi tentu harus disertai kemauan dan dorongan kuat untuk mewujudkannya. Beliau membahasakannya dengan preparation 'persiapan'. Proses ini meliputi:
1. Menggali atau menemukan ide,
2. Menetapkan tujuan, genre, dan segmen pembaca,
3. Menentukan topik,
4. Membuat outline 'kerangka karangan',
5. Mengumpulkan bahan atau materi.
Tidak setiap orang bisa memeroleh ide dengan cepat. Adakalanya melalui proses, mengendapkan pikiran, menyendiri (bisa jadi semedi, ha...ha...), dengan melihat suatu peristiwa, dsb. Tujuan? Jelas, segala sesuatu harus bisa dipastikan mau apa, untuk apa? Siapa yang akan membaca tulisan kita, itu sangat penting diketahui (berkaitan erat dengan tujuan). Siapa pembaca kita, akan menentukan bahasa dan cara mendeskripsikan atau menarasikan ide atau gagasan kita. Topik, akan dengan mudah kita tentukan jika kita telah melalui proses yang kedua tadi. Nah, jika kita masih belajar, bahkan yang sudah mahirpun kadang masih memerlukan ini. Kerangka karangan akan memandu kita mendeskripsikan atau menarasikan ide, dan atau gagasan kita secara bertahap. Gunanya agar tulisan kita tidak ke mana-mana. Fokus pada apa yang sedang hendak kita paparkan. Hal ini sekaligus untuk menjaga agar tulisan kita (pada paragraf-paragraf) itu tidak overlap 'tumpang tindih'. Nah, terakhir adalah mengumpulkan bahan-bahan atau materi sebagai referen. Dalam menuangkan ide atau gagasan, kadang kita memerlukan support 'dukungan' pandangan, atau pendapat orang lain. Ini penting agar tulisan kita tidak terperosok ke 'nggombal' atau asbun 'asal bunyi'. Sekalipun itu fiksi bahkan, karena penulis itu hanya mengejawantahkan apa yang dilihat, didengar, dan mungkin dialaminya dari alam di sekitarnya. Mungkin hanya profesor ya yang boleh berpendapat sendiri (itupun karena mereka banyak membaca). sementara untuk kita, harus menggunakan referen. Artinya, yang kita tulis memang benar. Validitas substansi diperlukan agar ada trust 'kepercayaan' dari pembaca, menghasilkan marketable 'bernilai jual, atau menjual'. Baik ketika mencari ide, menyusun kerangka karangan, atau bahkan sudah mulai menulis, kita bisa melakukan brainstorming 'diskusi, tukar pendapat' dengan teman, pakar, dsb., atau jika kita tidak punya kesempatan bersemuka, bisa dilakukan dengan intertekstual, yaitu membanding-bandingkan pendapat pakar. Yah...pasti caranya, membaca!
Luar biasa, ini bisa saya uraikan dari hasil saya menyerap pembicaraan Om Jay maupun Bu Kanjeng, di berbagai kesempatan bicara dan tulisan-tulisannya. Contoh-contoh bisa diperoleh melalui membaca dengan cermat Ppt Bu Kanjeng.
Kemudian, bagaimana caranya kita mulai menulis? Wah, ini sudah sering disampaikan oleh kedua beliau itu. Tulislah mulai dari yang sederhana, fakta yang ada di dekat kita, yang kita lihat, kita dengar, atau bahkan sedang kita hayati (alami). Kata Om Jay, ini jauh lebih mudah daripada berfantasi (cermati kembali materi Om Jay di Opening Ceremony maupun di pertemuan pertama). Ini kalau di Kuliah kepewaraan, saya latihkan secara bertahap mulai dari membuat uraian pembukaan, sampai cloosing 'penutup'. Memang membutuhkan ketelatenan. Keterampilan hanya bisa dikuasai melalui exercise 'berlatih' terus menerus (Clark and Clark, 1975, Amir Ahsin, 1979, JD. Paraera, 1985, Muhsin, 1995, dan Tarigan dari 1981-2000). Khusus Henry Guntur Tarigan, di hampir semua bukunya yang dicetak berulang-ulang itu, selalu ada informasi ini dalam berbagai versi. Nah, benar kan? Seperti kata Om Jay, "Menulis, menulis, dan menulislah. Buktikan apa yang terjadi!"
Dan terakhir menurut Bunda, proses Editing, serahkan pada ahlinya yang memiliki kemampuan berbahasa memadahi dan menguasai PUEBI. Jika perlu di proses ini sekaligus dilakukan perbaikan, atau revisi 'Editing'. Jika sudah yakin sip, lempar ke pasar untuk dipublikasikan 'publising', supaya banyak dibaca orang, supaya orang memeroleh manfaatnya dari tulisan kita. Ingat pesan Bunda Kanjeng dengan menyitir Hadist Rasululloh SAW., "Khoirunnas anfa'uhum linnas" 'Sebaik-baik manusia, adalah mereka yang paling bermanfaat untuk manusia lain'.
Lalu kapan kita menulis, atau mulai menulis? Mulai dari sekarang! Waktunya, terserah, mana saat yang paling pas untuk kita menarikan jari jemari kita di atas keyboard computer, atau menari dengan pena (barangkali perlu dari konsep lebih dahulu). Kata Om Jay, pagi, siang, malam tidak masalah. Kapanpun. begitu ada ide, tulis! Mungkin saat kita melamun sambil hirup sepoi udara di antara dahan pohon Mangga di halaman rumah Simbah. Why not? Write it!
Perhatikan pesan beliau, "Menulis mengindikasikan kadar intelektual dan kematangan berpikir seseorang. Profesi penulis, merupakan profesi terhormat".
Baiklah Sahabat, mudah-mudahan ringkasan saya ini tidak melenceng jauh dari materi beliau. Mohon maaf kiranya masih terdapat banyak kekurangan. Saya juga sedang belajar nih. Terima kasih. Semoga bermanfaat. Salam Literasi, Wassalamu'alaikum,
Pelajaran di Hari ke-2 ini dipandu oleh Moderator yang ramah, renyah, Widya Arema dari Malang. Mbak Widya berhasil memancing respons peserta tak berkesudahan dalam Ruang Kelas Tanpa Sekat, Tanpa Batas. Ia memulai pertemuan dengan cerdas, mengutip pendapat Brian Tracy, Orang-orang sukses hanyalah mereka yang memiliki kebiasaan sukses!
Semarang, 23.46.
Kutulis dengan hati
Dibalik aja pak istilahx..writing d depan ato belakang boleh aj hehe.kan yg penting trus menuliz
BalasHapusMantap, semangat selalu.
BalasHapusSemangat Bun... lanjutkan
BalasHapussilakan komentar di tulisan saya :
https://ragungps.blogspot.com/2023/01/rutinitas-jumat-pagi.html
Luar biasanya resume nya dan menginspirasi 👍🙂
BalasHapusKereeen
BalasHapusLet's do it
BalasHapus