TUGAS KAJIAN PRAGMATIK Rabu, 8 Mei 2024

 

                                                         TUGAS KAJIAN PRAGMATIK                                                                                                                            Rabu, 8 Mei 2024

Kajian pragmatik merupakan fenomena baru dalam perkembangan Ilmu Bahasa. Pemahaman terhadap maksud tuturan penting bagi siapa pun yang melakukan tindak komunikasi. Ini akan membantu kelancaran dan keberhasilan komunikasi. Karena dengan penyampaian yang benar akan mengurangi kemungkinan salah tafsir. Orang tidak akan mudah tersinggung, sebab tuturan selalu didasarkan pada konteks. Kajian bahasa (tuturan) secara pragmatis sekarang ini banyak dimanfaatkan di dunia hukum, terutama untuk kasus-kasus yang memerlukan pembuktian dari sudut pandang Linguistik Forensik.

Ruang lingkup kajian pragmatik meliputi deiksis, tindak tutur, implikatur, prinsip percakapan, dan praanggapan. Deiksis adalah kata-kata penunjuk lokatif, persona, dan waktu yang bisa berubah dan berganti penyebutan berdasarkan konteks tuturan. Selain itu, deiksis juga bisa menunjuk pada penggunaan kaidah tata bahasa. Sementara itu sebagai entitas utama dalam kajian pragmatik, tuturan dapat dilihat dari efek yang ditimbulkan, maksud yang berkaitan dengan aktivitas tuturan, serta cara penyampaian yang berkaitan dengan makna. Secara struktural, makna kata dalam suatu tuturan didukung oleh modus kalimat. 

Perhatikan contoh tuturan berikut ini!

1. Sekarang bayar, besok gratis!

    Tuturan berbentuk Slogan ini lazim dijumpai di fasilitas publik, seperti moda transportasi umum dan bersifat masal. Biasanya di bus, angkota. Tulisan ini bisa juga dijumpai di tempat-tempat mangkal penjaja makanan yang ramai dikunjungi pembeli. Mungkin slogan ini juga ditemukan di Toilet umum. Jadi konteks tuturan Sekarang bayar, besok gratis adalah SLOGAN ATAU TULISAN DI FASILITAS UMUM.

Deiksis pada tuturan ini berupa penunjuk waktu sekarang, dan besok. Sekarang, jelas menunjuk pada waktu di mana slogan itu dibaca atau ditemukan. Waktu setelah sekarang adalah nanti, besok, lusa, dsb. Maksudnya pembaca tulisan tersebut dan berkepentingan dengan waktu itu, harus bayar dulu. Logika maksudnya besok bisa gratis. Tetapi secara faktual besok atau kapan pun, tulisan itu akan tetap berbunyi seperti itu. Dengan begitu setiap penumpang,  pembeli, atau pengguna fasilitas umum pasti harus selalu membayar pada waktu itu (sekarang).

Bagaimana dengan tindak tuturnya? Tuturan tersebut jelas memiliki efek yang kuat terhadap siapa pun yang membacanya. Searle menyebutnya sebagai Tindak Ilokusi. Tuturan ini memiliki daya memengaruhi pembaca agar melakukan pembayaran setelah memanfaatkan fasilitas umum. Maksud tuturan tersebut adalah memberitahukan pada pembaca agar hari itu membayar. Austin maupun Searle (1970) mengatakan ketika seseorang menuturkan sesuatu, sesungguhnya ia sedang beraktivitas sebagaimana hal yang dituturkannya. Jelas, tuturan ini dikategorikan direktif (memerintah).

Saya setuju, ada di antara Anda yang memasukkan tuturan slogan tersebut sebagai Tindak Perlokusi. Apalagi jika mempertimbangkan aktivitasnya berupa perintah agar membayar sekarang, besok baru gratis. Jelas slogan tersebut meminta kepada pembaca (penumpang, pembeli, pengguna fasilitas umum) agar melakukan tindakan membayar. maksud tuturan slogan ini tidak jauh berbeda dengan slogan 'Jangan membuang sampah di sini!', atau 'Buanglah sampah pada tempatnya!'

Tuturan ini disampaikan dalam bentuk kalimat berita atau statemen. Jika dimaknai, tulisan bermodus pernyataan ini bermakna sindiran. Perhatikan bagaimana tulisan itu memberitahukan kepada pembaca, 'kalau mau gratis besok, sekarang bayar dulu.' Sebagaimana maknanya, setiap sindiran pasti disampaikan tidak secara lateral. Jadi cara penyampaiannya bersifat nonlateral. Berbeda dengan slogan 'Jangan membuang sampah di sini!', atau 'Buanglah sampah pada tempatnya!' Slogan ini disampaikan secara lateral, cablaka, meskipun bermodus sama yaitu imperatif.

2. "Yah..., orang berpendapat boleh-boleh saja. Saya memilih kerja...kerja...kerja!"

Konteks tuturan ini adalah: KOMENTAR PRESIDEN JOKOWI KETIKA DIMINTAI                                                                   PENDAPAT OLEH WARTAWAN TENTANG PUTUSAN MK YANG                                                 MENYETUJUI SYARAT USIA CALON WAKIL PRESIDEN DI                                                         PEMILU MENDATANG.

Pak Jokowi menyampaikan komentarnya itu dengan santai, tenang, dan seperti tidak mengada-ada. Seperti pembawaan Presiden yang kita ketahui  selama ini. Beliau selalu berbicara cablaka. Tanpa tedeng aling-aling. Apa adanya. Dan memang demikianlah, bukankah persyaratannya jelas 'Usia 35 tahun, tetapi memiliki pengalaman sebagai Kepala Daerah. Artinya Presiden menyampaikan secara lateral. Jika ada yang mempersoalkan itu aneh, bukankah persyaratan itu sudah digedog oleh MK dan sudah diundangkan. Penyampaian Presiden kepada para Wartawan ini dikategorikan sebagai tuturan bermodus statemen atau pernyataan (berita). 

Jika ditilik tindak tuturnya, tindak ilukosi yang sempat membuat gaduh di masyarakat ini sangat ekspresif. (Presiden Jokowi menyampaikan pandangannya menilai), "Yah..., orang berpendapat boleh-boleh saja!" Tuturan ini jelas menunjukkan Presiden sedang berkomentar terhadap berbagai pendapat bahkan kecaman masyarakat terhadap putusan MK yang mengabulkan persyaratan Calon Wakil Presiden setidaknya berusia 35 tahun, dengan syarat pernah menduduki jabatan Kepala Daerah.

Sementara kata-kata beliau, "Saya memilih kerja...kerja...kerja!", menunjukkan kuatnya pendirian beliau. Tindak Ilokusi ini pun sangat memengaruhi masyarakat, terutama yang menilai positif tindakan Presiden. 'Sesuatu yang sudah ditetapkan oleh Undang-undang, sebaiknya tidak perlu dipersoalkan.' Bagi Pak Jokowi, daripada kita membuang-buang waktu mengurusi hal yang sudah jelas, lebih baik memanfaatkan waktu untuk bekerja. Kata-kata "... kerja...kerja...kerja!" adalah penyampaian yang ekspresif.  

Menurut saya, tuturan Presiden ini juga berpotensi mengandung daya Perlokusi. Dalam hal ini, masyarakat yang menyetujui atau sepaham dengan pendapat Presiden, jelas akan memilih tidak menghiraukan simpang siur pemberitaan tentang putusan MK tersebut, sebaliknya mereka lebih memilih terus bekerja. 

Beberapa teman sepaham dengan saya.

Deiksis yang dikandung pada tuturan tersebut meliputi deiksis persona (saya, Presiden, Pak Jokowi), orang (masyarakat). Dalam paparan deiksis saya menunjuk pada Presiden, dan Pak Jokowi, serta beliau. Sementara orang yang menunjuk pada masyarakat juga digantikan oleh mereka.

3. "Sebelumnya saya mohon maaf. Kalau menurut saya, kita memang harus memperhatikan siapa mahasiswa kita. Di antara mereka ada yang tangguh, sehingga bisa menerima kata-kata dosen. Tetapi ada sebagian mahasiswa kita itu manja, sedikit-sedikit mengeluh, posting sana-posting sini, japri sana-kapri sini menurut kehendak dan pandangannya sendiri. Mereka tidak berpikir panjang, apakah dirinya sudah melakukan arahan, koreksi atau petunjuk pembimbingnya. "

Konteks: PENDAPAT SALAH SATU DOSEN MENANGGAPAI PERNYATAAN DEKAN DI                        SUATU RAPAT FAKULTAS

Pendapat salah satu dosen di kesempatan Rapat Fakultas sangat jelas menunjukkan koreksi. Beliau sedang menginterupsi Dekan yang saat itu menyampaikan pandangannya tentang karakter mahasiswa sekarang.

Selain menunjukkan maksud memberikan koreksi (menilai, mengevaluasi), tuturan yang mengandung daya Ilokusi tersebut, menunjukkan aktivitas menyampaikan penilaian. Di sisi lain tuturan tersebut juga berpotensi mengandung daya Perlokusi. Dalam hal ini para dosen yang saat itu hadir akan bersikap lebih berhati-hati, terutama jika menulis chat ke WA mahasiswa bimbingannya. Karena tidak semua mahasiswa memiliki sikap dan karakter baik. Dosen Pembimbing harus mengarahkan dan membimbing mahasiswa sesuai dengan karakter mereka masing-masing.

Tuturan panjang lebar seorang dosen tadi adalah tuturan bermodus berita (statemen), dan bermakna lateral. Dan karena itu, tuturan tersebut dapat pula memiliki maksud mengingatkan, menasihati. Dengan demikian tindak tuturnya selain ekspresif, juga tt. representatif, dan direktif. 

Kategori tt. Representatif atau Asertif, karena tuturan penutur bisa dipastikan kebenarannya. Kebenaran tentang sikap dan karakter mahasiswa bimbingan. Sementara tt. Direktif sangat jelas, sebab tuturan tersebut secara implisit sesungguhnya juga sedang menasihati para dosen agar lebih berhati-hati ketika membimbing dan melakukan komunikasi melalui medsos.

Bagaimana dengan deiksis? Banyak deiksis yang dimanfaatkan dalam tuturan tersebut. Pada data saja terdapat deiksis persona saya, yang kemudian beralih menjadi kita (dosen, penutur termasuk di dalamnya). Deiksis persona (mahasiswa) bisa saling menggantikan dengan deiksis mereka, bimbingannya. -nya merujuk pada deiksis yang berkaitan dengan kaidah ketatabahasaan, yang ditemukan melekat pada kata pandangannya, dirinya, dan pembimbingnya

Deiksis lokatif merujuk pada kata penunjuk sana, dan sini. Pada paparan kajian kata penunjuk sana dan sini diperjelas menunjuk pada WA, chat, dan medsos.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Beberapa hal yang perlu diperhatikan.

1. Tuturan sebagai entitas utama dalam kajian pragmatik tidak bisa terlepas dari konteks (pelajari kembali definisi pragmatik). Karena konteks itulah yang akan bisa memperjelas maksud tuturan yang disampaikan oleh Penutur. Dalam komunikasi percakapan, ganti gilir bicara (turn talking), konteks pula yang akan membantu Mitra Tutur merespons tuturan Penutur.

2. Konteks adalah semua latar belakang dan pengetahuan yang dimiliki bersama oleh Penutur maupun Mitra Tutur. Jika di antara keduanya tidak saling mengenal, atau tidak saling mengetahui hal yang mendasari percakapan, maka jelas komunikasi akan gagal atau tidak tercapai tujuan komunikasi.

3. Kajian pragmatik hanya bisa dilakukan apabila peneliti memahami data dan latar belakangnya. Sementara untuk memaparkan kajian secara detil, peneliti harus memiliki sejumlah pengetahuan pragmatik baik secara teoretis maupun praktis. Pengetahuan pragmatis tidak cukup, karena ia tidak akan bisa dipaparkan sebagaimana maksud yang dikandung data jika tidak didasari pengetahuan linguistik.

4. Pengetahuan pragmatis berkaitan dengan kajian pragmatis yang dimaksud adalah situasi tutur. Situasi tutur meliputi: penutur dan lawan tutur (P, Mt), konteks tuturan, tujuan tuturan, tuturan sebagai aktivitas, serta tuturan sebagai produk verbal.

5. Situasi tutur dapat diuraikan dengan memperhatikan peristiwa tutur. Peristiwa tutur yang dimaksud (Dell Hymes) meliputi: Setting dan Situation (S), Participants (P, Mt), End (tujuan), Act (aksi, kegiatan, aktivitas), Key (cara penyampaian), Instruments (alat penyampai tuturan), Norm (norma), Genre (bentuk tuturan: prosa, puisi, slogan, dsb.).


Komentar

Postingan populer dari blog ini

KALIMAT LANGSUNG, TIDAK LANGSUNG DAN PARAGRAF

RESUME PERKULIAHAN MKU BHASA INDONESIA, Senin, 1 April 2024

JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER GENAP 2024 MKU BAHASA INDONESIA SENIN, 6 APRIL 2024